Sihir dunia itu bernama sepak bola, dan dengan kesadaran atau tanpa, manusia menyediakan waktu dan harta lainya untuknya. Permainan yang sungguh memerlukan keberuntungan. Sebelas orang dipilih menjalankan muslihat tertentu untuk mengupayakan sebanyak mungkin keberuntungan dan sedikit mungkin kesialan. Pelaku sepak bola yang paling banyak menguntungkan akan lebih beruntung, angka angka upahnya akan naik, menjadi pesohor dengan penempatan kelas sosial yang dihormati, atau perlakuan-perlakuan istimewa lain.
Sihir di lapangan rupanya mulai berkurang. Tujuan sepak bola sekarang lebih mementingkan hasil. Sihir itu ada yang terambil keluar dari permainan di lapangan. Tak ada yang mengesankan setelah para juara turnamen mengangkat piala. Tak muncul tokoh tokoh yang layak menginspirasi permainan ini selanjutnya. Mereka seperti tidak bermain bebas, terkungkung oleh tuntutan hasil. Permainan ini padahal sempat melahirkan seniman seniman yang menjadi inti sihir. Sekarang kita bisa melihat sihir itu terambil untuk hiburan di luar lapangan, kuiz, bursa transfer, skandal, prediksi, tim impian ( tim berandai andai ), pesohor yang mendadak hobi bola, taruhan, musik, kontroversi keputusan wasit dan penggunaan teknologi, perang mental lewat pers, kharakteristik bola, ramalan gurita.
Sihir di dunia masih mempunyai tempat tempat dan nama nama yang lain. Yaitu selama tempat dan nama itu mampu membuat manusia rela menyisihkan waktu dan hartanya yang lain. Sayangnya sihir itu lebih sering melalaikan tanggung jawab manusia terhadap Rabbnya. Jadi sekarang tak ada yang perlu disesali dengan aneka pergerakan sihir itu.
0 komentar:
Posting Komentar